Teknologi
Kuno Bangsa Indonesia yang Canggih - di zaman dahulu kala, para nenek moyang kita
sudah menemukan banyak penemuan yang terbilang canggih. Tetapi sayang sekali
banyak orang Indonesia sendiri tidak menyadarinya. Kali ini
Indonesiatop.blogspot akan menulis beberapa teknologi kuno nenek moyang Indonesia.
Borobudur
adalah candi yang diperkirakan
mulai dibangun
sekitar 824 M oleh Raja Mataram bernama Samaratungga dari wangsa Syailendra. Borobudur
merupakan bangunan candi yang sangat megah.
Tidak
dapat dibayangkan
bagaimana nenek moyang kita membangun Borobudur yang demikian berat dapat
berdiri kokoh dengan tanpa perlu memakukan ratusan paku bumi untuk mengokohkan
pondasinya, tak terbayangkan pula bagaimana batu-batu yang membentuk Borobudur
itu dibentuk
dan diangkut
ke area pembangunan
di atas bukit.
Bahkan
dengan kecanggihan yang ada pada masa kini, sulit membangun sebuah candi yang
mampu menyamai candi Borobudur. Borobudur juga mengadopsi Konsep Fraktal.
Fraktal
adalah bentuk geometris yang memiliki elemen-elemen yang mirip dengan bentuknya
secara keseluruhan.
Candi
borobudur sendiri adalah stupa raksasa yang di dalamnya terdiri dari stupa-stupa lain yang
lebih kecil. Terus hingga ketidakberhinggaan. Sungguh mengagumkan nenek moyang
kita sudah memiliki pengetahuan seperti itu. Bangunan Candi Borobudur
benar-benar bangunan yang luar biasa.
2.
Kapal Jung Jawa: Teknologi kapal raksasa
Jauh
sebelum Cheng Ho dan Columbus, para penjelajah laut Nusantara sudah melintasi
sepertiga bola dunia. Meskipun sejak 500 tahun sebelum Masehi orang-orang China
sudah mengembangkan beragam jenis kapal dalam berbagai ukuran, hingga abad VII
kecil sekali peran kapal China dalam pelayaran laut lepas.
Dalam
catatan perjalanan keagamaan I-Tsing (671-695 M) dari Kanton ke Perguruan
Nalanda di
India Selatan disebutkan
bahwa ia menggunakan kapal Sriwijaya, negeri yang ketika itu menguasai lalu
lintas pelayaran di
”Laut Selatan”.
Pelaut
Portugis yang menjelajahi samudera pada pertengahan abad ke-16 diego de
Couto dalam buku Da Asia, terbit tahun 1645 menyebutkan, orang Jawa lebih dulu
berlayar sampai ke Tanjung Harapan, Afrika, dan Madagaskar.
Ia
mendapati penduduk Tanjung Harapan awal abad ke-16 berkulit cokelat seperti
orang Jawa. 'Mereka mengaku keturunan Jawa,' kata Couto, sebagaimana dikutip
Anthony Reid dalam buku Sejarah Modern Awal Asia Tenggara.
Berdasarkan
relief kapal di
Candi Borobudur membuktikan bahwa sejak dulu nenek moyang kita telah menguasai
teknik pembuatan kapal. Kapal Borobudur telah memainkan peran utama dalam segala
hal dalam bahasa Jawa pelayaran, selama ratusan ratus tahun sebelum abad ke-13.
Memasuki
abad ke-8 awal, kapal Borobudur digeser oleh Jung besar Jawa, dengan tiga atau
empat layar sebagai Jung. Kata 'Jung' digunakan pertama kali dalam perjalanan biksu
Odrico jurnal, Jonhan de Marignolli, dan Ibn Battuta berlayar ke Nusantara,
awal abad ke-14.
Mereka
memuji kehebatan kapal Jawa raksasa sebagai penguasa laut Asia Tenggara.
Teknologi pembuatan Jung tak jauh berbeda dari karya kapal Borobudur; seluruh
badan kapal dibangun
tanpa menggunakan paku.
Disebutkan,
jung Nusantara memiliki empat tiang layar, terbuat dari papan berlapis empat
serta mampu menahan tembakan meriam kapal-kapal Portugis.
Bobot
jung rata-rata sekitar 600 ton, melebihi kapal perang Portugis. Jung terbesar
dari Kerajaan Demak bobotnya mencapai 1.000 ton yang digunakan
sebagai pengangkut pasukan Nusantara untuk menyerang armada Portugis di Malaka
pada 1513. Bisa dikatakan,
kapal jung Nusantara ini disandingkan dengan kapal induk di era
modern sekarang ini.
3.
Keris: kecanggihan teknologi penempaan logam
Teknologi
logam sudah lama berkembang sejak awal masehi di nusantara. Para empu sudah mengenal berbagai
kualitas kekerasan logam. Keris memiliki teknologi penempaan besi yang luar
biasa untuk ukuran masyarakat di masa lampau.
Keris
dibuat
dengan teknik penempaan, bukan dicor. Teknik penempaan disertai
pelipatan berguna untuk mencari kemurniaan besi, yang mana pada waktu itu
bahan-bahan besi masih komposit dengan materi-materi alam lainnya.
Keris
yang mulanya dari lembaran besi yang dilipat-lipat hingga kadang sampai ribuan kali
lipatan sepertinya akan tetap senilai dengan prosesnya yang unik, menarik dan
sulit. Perkembangan teknologi tempa tersebut mampu menciptakan satu teknik
tempa Tosan Aji ( Tosan = besi, Aji = berharga).
Pemilihan
akan batu meteorit yang mengandung unsur titanium sebagai bahan keris, juga
merupakan penemuan nenek moyang kita yang mengagumkan. Titanium lebih dikenal
sebagai bahan terbaik untuk membuat keris karena sifatnya ringan namun sangat
kuat.
Kesulitan
dalam membuat keris dari bahan titanium adalah titik leburnya yang mencapai 60
ribu derajat celcius, jauh dari titik lebur besi, baja atau nikel yang berkisar
10 ribu derajat celcius.
Titanium
ternyata memiliki banyak keunggulan dibandingkan jenis unsur logam lainnya. Unsur
titanium itu keras, kuat, ringan, tahan panas, dan juga tahan karat.
Unsur
logam titanium baru
ditemukan sebagai unsur logam mandiri pada sekitar tahun 1940, dan
logam yang kekerasannya melebihi baja namun jauh lebih ringan dari besi. Dalam
peradaban modern sekarang, titanium dimanfaatkan orang untuk membuat pelapis hidung
pesawat angkasa luar, serta ujung roket dan peluru kendali antar benua.
4.
Benteng Keraton Buton: Arsitektur bangunan untuk pertahanan
Di
Buton, Sulawesi Tenggara ada Benteng yang dibangun di atas bukit seluas kurang lebih 20,7 hektar.
Benteng yang merupakan bekas ibukota Kesultanan Buton ini memiliki bentuk arsitek
yang cukup unik, terbuat dari batu kapur.
Benteng
yang berbentuk lingkaran ini memiliki panjang keliling 2.740 meter. Benteng ini
memiliki 12 pintu gerbang dan 16 pos jaga / kubu pertahanan (bastion) yang
dalam bahasa setempat
disebut baluara.
Tiap
pintu gerbang (lawa) dan baluara dikawal 4-6 meriam. Jumlah meriam seluruhnya 52
buah. Pada pojok kanan sebelah selatan terdapat godana-oba (gudang mesiu) dan
gudang peluru di
sebelah kiri.
Letaknya
pada puncak bukit yang cukup tinggi dengan lereng yang cukup terjal
memungkinkan tempat ini sebagai tempat pertahanan terbaik di
zamannya. Benteng ini menunjukkan betapa hebatnya ahli bangunan nenek moyang
kita dalam membuat teknologi bangunan untuk pertahanan.
5.
Si Gale gale: Teknologi Robot tradisional Nusantara
Orang
Toba Batak Sumatra utara pada zaman dahulu sudah bisa membuat robot tradisional
yang dikenal
dengan sebutan si gale-gale. Boneka ini menguasai sistem kompleks tali yang dibuat
sedemikian rupa. Melalui tali yang ditarik ulur inilah boneka itu dapat membungkuk
dan menggerakan “tangannya” sebagai mana layaknya orang menari.
Menurut
cerita, Seorang Raja dari Suku Karo di Samosir membuat patung dari kayu untuk
mengenang anak satu-satunya yang meninggal dunia. Patung kayu tersebut dapat
menari-nari yang digerakkan
oleh beberapa orang. Sigale - gale dimainkan dengan iringan musik tradisional khas
Batak.
Boneka
yang tingginya mencapai satu setengah meter tersebut diberi
kostum tradisional Batak. Bahkan semua gerak-geriknya yang muncul selama
pertunjukan menciptakan kesan-kesan dari contoh model manusia.
Kepalanya
bisa diputar
ke samping kanan dan kiri, mata dan lidahnya dapat bergerak, kedua tangan
bergerak seperti tangan-tangan manusia yang menari serta dapat menurunkan
badannya lebih rendah seperti jongkok waktu menari.
Si
gale-gale merupakan bukti bahwa nenek moyang kita sudah dapat membuat boneka
mekanikal atau robot walau dalam bentuk yang sederhana. Robot tersebut diciptakan
untuk dapat meniru gerakan manusia.
6.
Pengindelan Danau Tasikardi, Banten : Kecanggihan Teknologi Penjernihan Air
Nenek
moyang kita ternyata sudah mengembangkan teknologi penyaringan air bersih.
Sekitar abad ke16-17 Kesultanan Banten telah membangun Bangunan penjernih air
untuk menyaring air yang berasal dari Waduk Tasikardi ke Keraton Surosowan.
Proses
penjernihannya tergolong sudah maju. Sebelum masuk ke Surosowan, air yang kotor
dan keruh dari Tasik Ardi disalurkan dan disaring melalui tiga bangunan bernama
Pengindelan Putih, Abang, dan Emas.
Di
tiap pengindelan ini, air diproses dengan mengendapkan dan menyaring
kotoran. Air selanjutnya mengalir ke Surosowan lewat serangkaian pipa panjang
yang terbuat dari tanah liat dengan diameter kurang lebih 40 cm.
Terlihat
sekali bahwa pada masa tersebut sudah mampu menguasai teknologi pengolahan air
keruh menjadi air layak pakai.
Danau
Tasik Ardi sendiri merupakan danau buatan. Sebagai situs sejarah, keberadaan
danau ini adalah bukti kegemilangan peradaban Kesultanan Banten pada masa lalu.
Untuk
ukuran saat itu, membuat waduk atau danau buatan untuk mengairi areal pertanian
dan memenuhi kebutuhan pasokan air bagi penduduk merupakan terobosan yang
cemerlang.
7. Karinding: Teknologi pengusir hama dengan gelombang suara
Ternyata
nenek moyang dan leluhur kita mempunyai suatu alat musik tiup tradisional yang
berfungsi sebagai hiburan sekaligus pengusir hama.
Alat
musik dari Sunda ini terbuat dari pelepah kawung atau bambu berukuran 20 x 1 cm
yang dipotong
menjadi tiga bagian yaitu bagian jarum tempat keluarnya nada (disebut cecet
ucing atau ekor kucing), pembatas jarum, dan bagian ujung yang disebut
panenggeul (pemukul).
Jika
bagian panenggeul dipukul,
maka bagian jarum akan bergetar dan ketika dirapatkan ke rongga mulut, maka akan
menghasilkan bunyi yang khas.
Alat
ini bukan cuma untuk menghibur tapi juga ternyata berfungsi mengusir hama di kebun
atau di
ladang pertanian. Suara yang dihasilkan oleh karinding ternyata menghasilkan
gelombang low decibel yang menyakitkan hama sehingga mereka menjauhi ladang
pertanian.
Frekuensi
suara yang dikeluarkan
oleh alat musik tersebut menyakitkan bagi hama tersebut, atau bisa dikatakan
frekuensi suaranya melebihi dari rentang frekuensi suara hama tersebut,
sehingga hama tersebut akan panik dan terganggu konsentrasinya.
Kecanggihan
Karinding sebagai bukti bahwa nenek moyang kita sejak dulu sudah mampu
menciptakan alat yang menghasilkan gelombang suara. Ini adalah alat mengusir
hama yang aman bagi lingkungan. dibutuhkan perhitungan yang teliti untuk
menciptakan alat musik seperti itu.
8. Rumah Gadang: Arsitektur Rumah Aman Gempa
Para
nenek moyang orang Minang ternyata berpikiran futuristik alias jauh maju
melampaui zamannya dalam membangun rumah. Konstruksi rumah gadang ternyata
telah dirancang
untuk menahan gempuran gempa bumi.
Rumah
gadang di
Sumatera Barat membuktikan ketangguhan rekayasa konstruksi yang memiliki daya
lentur dan soliditas saat terjadi guncangan gempa hingga berkekuatan di atas 8
skala richter.
Bentuk
rumah gadang membuat Rumah Gadang tetap stabil menerima guncangan dari bumi.
Getaran yang datang dari tanah terhadap bangunan terdistribusi ke semua
bangunan.
Rumah
gadang tidak menggunakan paku sebagai pengikat, tetapi berupa pasak sebagai
sambungan membuat bangunan memiliki sifat sangat lentur.
Selain
itu kaki atau tiang bangunan bagian bawah tidak pernah menyentuh bumi atau
tanah. Tapak tiang
dialas dengan batu sandi.
Batu
ini berfungsi sebagai peredam getaran gelombang dari tanah, sehingga tidak
mempengaruhi bangunan
di atasnya. Kalau ada getaran gempa bumi, Rumah Gadang hanya akan
berayun atau bergoyang mengikuti gelombang yang ditimbulkan
getaran tersebut
Darmansyah,
ahli konstruksi dari Lembaga Penanggulangan Bencana Alam, Sumatera Barat
menyebutkan, dari sisi ilmu konstruksi bangunan rumah gadang jauh lebih maju
setidaknya 300 tahun
dibanding konstruksi yang ada di dunia pada zamannya.
9.
Tempe: Pemanfaatan bioteknologi untuk makanan
Tempe
merupakan hasil bioteknologi sederhana khas Indonesia. Nenek moyang bangsa
Indonesia telah menggunakan Rhizopus untuk membuat tempe dari kedelai. Semua
ini adalah penggunaan mikroba atau mikroorganisme pada tingkat sel untuk tujuan
pangan.
Sebenarnya
mengolah kedelai dengan ragi juga dilakukan di negara lain seperti China, Jepang, India,
dll. Tetapi yang menggunakan Rhizopus hanya di Indonesia saja. Jadi kemampuan membuat tempe
kedelai adalah penemuan orang Indonesia.
Tempe
sudah dikenal
sejak berabad-abad lalu di Nusantara. Dalam bab 3 dan bab 12 manuskrip
Serat Centhini dengan seting Jawa abad ke-16 telah ditemukan
kata 'tempe'.
Kini,
tempe sudah merambah manca negara, tidak saja karena rasa dan aromanya, namun
juga karena kandungan gizinya. Penemuan tempe adalah sumbangan nenek moyang
kita pada seni masak dunia.
10. Pranata Mangsa: Sistem penanggalan musim bukti kepandaian ilmu astronomi nenek moyang kita
Seperti
kebudayaan-kebudayaan lain di dunia, masyarakat asli Indonesia sudah sejak
lama menaruh perhatian pada langit. Pengamatan langit digunakan
dalam pertanian dan pelayaran.
Dalam
masyarakat Jawa dikenal
pranatamangsa, yaitu peramalan musim berdasarkan gejala-gejala alam, dan
umumnya berhubungan dengan tata letak bintang di langit.
Menurut
Daldjoeni di
bukunya 'Penanggalan Pertanian Jawa Pranata Mangsa', Pranata Mangsa tergolong
penemuan brilian. Kompleksitasnya tak kalah bobot dari sistem penanggalan yang ditemukan
bangsa Mesir Kuno, China, Maya, dan Burma. Lebih-lebih jika dibandingkan
dengan model Farming Almanac ala Amerika, Pranata Mangsa jauh lebih maju.
Meskipun
teknologi sudah semakin canggih seperti sekarang ini, penerapan perhitungan
pranata mangsa masih relevan. Hal itu dikarenakan nenek moyang kita dulu mempelajari
gejala-gejala alam seperti musim hujan/kemarau, musim tanaman berbunga/berbuah,
posisi rasi bintang, pengaruh bulan purnama, dan sebagainya. Dengan mempelajari
gejala-gejala alam tersebut nenek moyang kita dapat lebih menghargai
kelestarian alam.
Sebenarnya
masih banyak teknologi-teknologi yang digunakan nenek moyang kita yang tidak dituliskan disini.
Dari
penemuan-penemuan itu sebenarnya sejak dulu bangsa Indonesia sudah mampu
menguasai teknologi canggih di zamannya maka tidak pantas lah bila kita
menyombongkan diri
sebagai generasi sekarang bila kita tidak menghargai dan mengapresiasi leluhur
kita.
Nenek
moyang kita telah berhasil membangun candi-candi yang sangat indah
arsitekturnya dan bertahan ratusan tahun.
Nenek
moyang kita juga membangun armada laut yang telah mengarungi samudra luas.
Nenek
moyang kita juga telah menemukan benda-benda yang tebilang sederhana tapi
banyak manfaatnya.
Itu
semua bukti bahwa nenek moyang kita sangat cerdas. Penjajahlah yang telah
membuat kita lemah dan kurang percaya diri. Karena itu, setelah menjadi bangsa yang
merdeka kita harus dapat bangkit kembali untuk mensejajarkan diri dengan
bangsa lain yang telah maju.
Disalin ulang : menjelma.com